Melihat buku 'Budaya Bahari', karya Djoko Pramono

"Barang siapa menguasai lautan akan menguasai perdagangan, akan menguasai kekayaan dunia dan akhirnya akan menguasai dunia", ungkap Sir Walter Raleigh pada sekitar abad XV. Nusantara sejak abad VII pada masa kerajaan Melayu sampai dengan abad XIV pada masa Kerajaan Majapahit di Jawa Timur telah menguasai perdagangan melalui lautan. Namun, kondisi ini tidak bertahan lama di Nusantara, bukan kemajuan namun semakin berkurangnya pemanfaatan aset ini. Ini menjadi alasan Djoko Pramono dalam menulis buku ini.

Buku ini membahas aspek-aspek yang berkaitan dengan laut. Penulis mengulas bagaimana besarnya pengaruh dan kekuatan pemanfaatan kekayaan bahari untuk kemajuan suatu bangsa. Bangsa Indonesia adalah bangsa maritim terbesar di dunia, ini berarti bahwa Indonesia berpotensi menjadi penguasa dunia, jika memanfaatkan aset ini secara benar dan tepat. Wilayah perairan Indonesia ±7,9 juta km2. Panjang pantai yang mengelilingi seluruh kepulauan nusantara adalah 81.000 km. Penduduk yang hidup di kawasan pantai dan laut kurang lebih 40 juta orang. Penulis memaparkan perjalanan sejarah Nusantara sejak zaman purbakala, termasuk zaman batu yakni sejak 10.000 SM. Bagaimana kehidupan di Nusantara dari dulu bersandar pada kekuatan laut. Banyak bukti sejarah yang menunjukkan hal ini, termasuk bekas kerajaan Marina, prasasti-prasasti, tinggalan perahu-perahu kuno, ukiran pada candi dan lain sebagainya.

Penulis melihat bahwa potensi ini banyak ditinggalkan oleh bangsa Indonesia, padahal ini merupakan aset terbesar Indonesia. Dalam buku ini terlihat bagaimana aspek Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya sangat erat kaitannya dengan laut. Dari sisi politik, sejak zaman dulu kita telah melakukan hubungan diplomasi antar bangsa melalui laut. Sejarah juga menunjukkan bahwa sebab yang signifikan antara pola-pola keruntuhan kerajaan-kerajaan di Jawa dan luar Jawa. Kerajaan-kerajaan Jawa, yang kebanyakan mengandalkan dua pilar (kekuatan laut dan agraris), justru mengalami keruntuhan yang disebabkan oleh kemelut perebutan kekuasaan di dalam kerajaan sendiri. Sedangkan keruntuhan kerajaan-kerajaan di luar Jawa adalah karena hanya bertumpu pada satu pilar saja (kekuatan laut). Ini menunjukkan bahwa kerajaan di luar Jawa tidak memanfaatkan secara optimal politik bahari, sementara kerajaan di Jawa runtuh karna ketamakan akan kekuasaan. Terlepas dari dinamika budaya politik bahari yang ditandai oleh puncak kejayaan dan keruntuhan kerajaan-kerajaan besar di Nusantara, buku ini menceritakan banyak bukti sejarah tentang kejayaan anak bangsa Indonesia di laut. Ini ditunjukkan dari kemampuannya melakukan ekspansi pelayaran menjelajahi samudra, mulai dari wilayah Nusantara sampai Mancanegara.

Dari sisi ekonomi, kelautan Indonesia merupakan jalur pelayaran perniagaan dunia. Ini tidak hanya berlangsung saat ini, namun telah sejak lama, bahkan jauh sebelum bangsa lain mengenal pelabuhan. Wilayah Nusantara pernah menjadi primadona para pedagang internasional, banyak kapal dagang yang berlabuh di wilayah Nusantara dan ini dimanfaatkan dengan baik oleh bangsa Indonesia saat itu. Ini memperlihatkan bahwa perdagangan lewat laut ternyata tidak hanya dikuasai oleh segelintir pemodal/pemilik kapal, namun justru juga menjangkau masyarakat bawah untuk turut berperan melalui penjualan komoditas hasil pertanian. Interaksi positif antara pola pertanian daerah pedalaman dengan perdagangan bahari internasional telah menyebabkan bandar dagang di sekitar pelabuhan menjadi arena pasar tempat transaksi jual-beli pedagang luar dengan masyarakat lokal. Anak bangsa Nusantara dengan giat bekerja mengolah lahan pertanian dan memanfaatkan laut sebagai jalur perdagangan komoditas pertanian menuju mencanegara. Fenomena ini harusnya dapat dipertahankan untuk kemajuan ekonomi rakyat.

Dari sisi sosial dan budaya, Nusantara memiliki kekayaan yang luar biasa. Dalam buku ini diceritakan tentang budaya suku-suku laut di Nusantara, bagaimana mereka bersahabat dengan alam, kekuatan mereka dalam mempertahankan budaya nenek moyang dan kearifan lokal yang menjadi acuan dalam bertindak sehari-hari. Kehidupan sosial masyarakat yang hidup dari laut, juga dipaparkan penulis dalam buku ini. Banyak informasi tentang kekayaan kehidupan alam laut Nusantara yang semakin hari semakin hilang karena kehidupan modern yang lebih cepat berkembang di tengah masyarakat. Dalam bab terakhir ini, penulis menuliskan tentang suku-suku yang mendiami wilayah pesisir dan laut Nusantara, seperti suku Tidung di Kalimantan Timur, suku Talaud di Sulawesi, suku orang Bajau di Makassar, suku Orang Ameng Sewang di Belitung, suku Orang Sekak di Bangka, suku Orang Bugis di Sulawesi, suku Orang Tabati di Irian, suku Orang Ambon di Maluku, suku Orang Mbojo di Nusa Tenggara Barat, dan beberapa suku laut lainnya.

Buku ini sangat bermanfaat untuk menjadi referensi perkembangan kekuatan bahari. Bagaimana sejarah telah menunjukkan bangsa Indonesia bisa maju dengan kekayaan alam lautnya. Bagi penggemar sejarah laut Indonesia, buku ini adalah pilihan yang tepat. Buku ini harusnya dibaca oleh para pemimpin negeri agar dapat mengambil hikmah dari sejarah dan menerapkannya dalam pengambilan kebijakan-kebijakan kelautan. Buku ini menggugah dan mengingatkan pembaca, bahwa Indonesia merupakan wilayah yang sangat strategis untuk menguasai dunia, tinggal bagaimana kearifan masyarakat dan para pengambil kebijakan dalam menyikapi kekayaan laut ini, atau kita akan meninggalkan aset ini dalam catatan sejarah saja, tanpa menjadikannya sebagai kekayaan. Potensi ini telah banyak ditinggalkan oleh bangsa kita, dan bukan tidak mungkin, sebaliknya akan menjadi ancaman bagi kita.



Powered by Telkomsel BlackBerry®